Minggu, 17 Juli 2016

Bucket List



“Tuhan Maha Perencana dan Tuhan Maha Baik, Dia pasti merencanakan sesuatu yang terbaik untuk kita. Jadi jangan ragu dengan kehidupan. Bermimpilah, berwarnalah, berjuanglah! Tuhan akan memberikan keindahan pada saat yang sangat tepat, selalu!”
Tapi ternyata oh ternyata wahai sidang pembaca yang budiman! Ternyata film itu bukan tentang misteri pembunuhan berantai, tapi tentang kisah hidup dua manusia penderita kanker yang divonis mati beberapa saat lagi.  
Foto diambil dari IMDB.com
Film yang dirilis ahun 2007 ini diawali dengan kemunculan dua tokoh yang akan membuat perempuan-perempuan pendamba wajah ganteng berbadan atletis menjadi kecewa berat dan mungkin mengutuki film itu. Hanya dua orang yang umurnya sudah kadaluarsa yang akan memenuhi layarmu selama kurang lebih 2 jam itu. Walaupun kadaluarsa tapi untuk aktingnya jangan diragukan lagi. Dua aktor kawakan hollywod,  Morgan Freeman berperan sebagai Carter Chambers dan Jack Nicholson berperan sebagai Edward Cole, akan menyuguhkan akting yang sangat mumpuni dan tentunya natural tak dibuat-buat seperti aktor dalam sinetron stripping negeri kita. Untuk mbah Morgan Freeman sendiri aktingnya yang lembut sudah sangat kusukai sejak aku menonton film berjudul Shawshank Redemption yang dibintangi olehnya, film yang memperoleh rating tertinggi di IMDB.com. 
Cerita The Bucket List dimulai ketika Carter yang seorang montir divonis oleh dokter terkena kanker paru stadium akhir dan dirawat satu kamar dengan Edward yang juga divonis sama. Mereka berdua divonis umurnya tinggal beberapa bulan lagi. Awalnya Edward tak mau berbagi kamar dengan Carter, akhirnya dia mau juga satu kamar dengannya akibat suatu kebijakan yang dia ambil sebelumnya. Dan dengan menanggung penderitaan yang sama, merekapun kemudian menjadi akur bahkan sangat akrab.
Carter sebenarnya memiliki keluarga yang bahagia. Cita-citanya dulu adalah menjadi profesor sejarah, tapi urung diperjuangkan karena dia berkulit hitam. Kalau Edward sendiri adalah seorang kaya raya, mempunyai jaringan rumah sakit termasuk rumah sakit tempat mereka dirawat. Namun kehidupannya tak cemerlang. Edward sudah bercerai empat kali dan tak punya hubungan harmonis dengan putri semata wayangnya itu. Oiya, Si Edward ini adalah penghamba kopi luwak asal Sumatera lho! 

Foto diambil dari IMDB.com
Nhah sidang pembaca yang terhormat, Carter ini sudah menuliskan bucket listnya tapi gara-gara dia tahu umurnya tinggal sekelebat lagi maka dibuanglah list itu. Edward kemudian memeriksa list tersebut. Timbul lah semangat di diri Edward untuk mendorong Carter mewujudkan semua impiannya dan bahkan menambahi list-list yang lebih gila lagi. Untungnya Edward ini kaya raya sehingga bisa menjadi penyandang dana bagi mini project mereka itu. Mini project yang bernama bucket list atau daftar apa saja yang ingin dilakukan sebelum ajal menjemputAku terhenyak. Dua orang berbeda karakter, berbeda latar belakang kehidupan, berbeda peruntungan, bahkan berbeda warna kulit, saling belajar memahami hidup dengan mensyukuri apapun yang mereka rasakan, yang mereka dengar dan lihat. Baik terhadap momen-momen yang sederhana maupun terhadap momen-momen yang bombastis yang mereka lakukan. 

Tanpa beban, mereka melakukan hal-hal yang sudah ditulis dalam bucket list. Mereka melakukan terjun payung atau parasailing, kebut-kebutan dengan mengendarai mobil Mustang, jalan-jalan ke Afrika, mengagumi pyramida giza di Mesir, melihat kemegahan Taj Mahal di Hindustan, menjelajah tembok besar China dengan sepeda motor, bahkan mencoba untuk meraih puncak Himalaya namun gagal karena badai telah menghadang mereka. Petualangan yang begitu seru di usia senja mereka! Ah, pasti mereka sangat bahagia telah mencoreti bucket list mereka. Aku sedikit iri.

Dua karib saat akan melakukan terjun payung (diambil dari IMDB.com)


Bapak Ibu pembaca yang budiman, ada satu scene yang aku anggap menarik di film ini yaitu saat mereka sedang berpetualang ke Mesir. Kenapa menarik? Karena dalam scene itu terdapat diskusi dan bincang-bincang santai namun sangat filosofis. Isi obrolan mereka adalah tentang orang Mesir yang punya suatu keyakinan mengenai kematian. Sebelum diijinkan masuk ke surga, manusia akan ditanyai tentang dua hal : 
1. Apakah kamu sudah mencapai kebahagiaan di hidupmu?
2. Dan apakah kehidupanmu membahagiakan orang-orang di sekitarmu???
Kalau kedua hal tersebut dijawab dengan “ya” maka otomatis orang itu akan masuk surga. 

Obrolan Filosofis di depan Gyza (Diambil dari IMDB.com)
Dua pertanyaan tadi sontak menyindir hati dan pikiranku. Kemudian seribu pertanyaan muncul dalam hati, “apakah yang sebenarnya aku cari dalam hidup yang fana ini? Apakah kemahsyuran? Apakah keagungan dan kemuliaan di mata orang lain? Apakah kebahagiaan sejati? Dan apa itu bahagia sejati? Seperti apa rasanya? Aku jarang membuat orang lain bahagia bahkan sering menyakiti orang yang menyayangiku, ah betapa egoisnya aku!” ya.. Aku memang harus sadar diri dan segera berbenah. Memang ada benarnya juga keyakinan orang Mesir ini. Oh, Film yang bermutu!
 
Edward hanya menjawab “ya” pada pertanyaan pertama tapi tidak untuk yang kedua. Dia telah melukai hati putrinya hingga putrinya tak sudi lagi untuk hanya melihat wajahnya. Namun Carter berusaha untuk mengharmoniskan hubungan ayah dan anak itu. Walaupun Edward sempat ngambek dengan Carter tapi akhirnya Edward luluh juga diikuti dengan hubungan dengan putrinya yang semakin membaik. 
Edward saat meminum kopi luwak (Diambil dari IMDB.com)
Tentang kopi luwak, ada satu cerita khusus. Seperti yang sudah kuceritakan diawal bahwa Edward adalah penggemar tingkat akut kopi ningrat asli Indonesia ini dan dia sangat sering meminumnya. Ketika Carter sudah terbaring tak berdaya karena penyakitnya terjadilah obrolan yang lucu tapi sangat mengesankan bagiku. Saat itu Edward yang menunggui karibnya itu membicarakan tentang kopi luwak yang sedang dinikmatinya. Intinya dia berpendapat bahwa rasa kopi luwak memang sungguh surgawi tapi dia tak tahu darimana asal kopi surga itu termasuk cara membuatnya yang juga tak lazim. Kemudian Carter memberitahu bahwa kopi itu berasal dari Pulau Sumatera Indonesia dan juga memberitahu bahwa kopi surgawinya itu semata-mata hanya kotoran si binatang bernama luwak. Buah kopi dimakan oleh luwak. Biji kopi didalam perut luwak tentunya tak bisa dicerna dan mengalami fermentasi disana. Kemudian fermentasi biji kopi tersebut keluar bersama kotoran luwak hingga jadilah kopi termahal di dunia. Sontak Edward tertawa terbahak-bahak atas kebodohan dan ketidaktahuan dirinya itu. Tertawa karena apa yang dianggapnya surga hanyalah kotoran seekor luwak, Keduanya tertawa hingga mengeluarkan air mata. Dan tercoretlah satu dari dua impian di bucket list yang belum terlaksana yaitu tertawa hingga mengeluarkan air mata. Bahagia memang betapa sederhananya.  
Carter yang baik tak kuasa lagi menahan penyakitnya hingga akhirnya dia meninggal dunia. Edward sedih karibnya telah tiada namun dia juga terharu bahagia. Selama tiga bulan mereka berdua telah melakukan hal-hal yang membuat mereka mengalami kebahagiaan sejati. Carter juga bisa membuat orang lain bahagia dengan mengembalikan hidup Edward yang tadinya suram. Carter berhasil mempersatukan ayah dan anak itu.
Edward bisa bertahan hidup hingga umurnya sekitar 80 tahun dan dia meminta asistennya agar abu jasadnya kelak disandingkan dengan abu jasad Carter kemudian disemayamkan di Himalaya agar bucket list yang sempat tertunda dulu karena badai bisa terlaksana. Begitulah sekelumit cerita dari film yang aku tonton.
Memang banyak jalan agar kita bisa belajar dan memetik pesan tersirat dari suatu peristiwa. Kadang peristiwa itu tak harus kita alami sendiri namun tetap bisa kita jadikan wahana belajar. Dan dari film ini aku banyak memaknai kehidupan dengan filosofi-filosofinya. Hidup memang perlu diperkuat dengan mimpi-mimpi. Anda saja tak ada mimpi dan harapan, seperti apakah wujud hidup itu? Dan apa bedanya dengan zombi-zimbi seperti di film?
 
Pasti kita mempunyai impian-impian yang bersemayam di pikiran kita. Entah itu harapan untuk menjejakkan kaki di tanah dan tempat impian, berziarah ketempat suci, Mendirikan rumah yang artistik, membuat maha karya lukisan, menikah, bekerja di perusahaan berkelas, ataupun harapan untuk bisa memainkan alat musik idaman. Setiap impian yang kita capai akan membuat kita bahagia. Terkadang juga impian yang membuat kia bahagia tak perlu muluk-muluk. Membuat orang lain bahagia pun merupakan satu impian yang akan membuat kita ikut bahagia. 
Seperti manusia lain, akupun memiliki banyak impian-impian yang ingin aku lakukan sebelum waktu kematianku datang. Malaikat maut tak akan memberitahuku kapan dia akan bertamu, maka sebaiknya apapun harapanku akan segera kuperjuangkan dan tak boleh ditunda-tunda lagi.
Jika harapan dan impian hanya disimpan didalam pikiran memang sebagian besar akan terlupakan seiring berjalan waktu dan ketidakstabilan hati yang sering berubah-ubah perasaan. Itu lah fungsi bucket list bagiku. Bucket list bisa mempertebal perjuanganku untuk mendapatkan apa yang kuinginan karena coretan-coretan keinginan ini akan sering terlihat dan tentunya membuatku takkan terlupa. Untuk membuat bucket listpun menurutku tak harus di buku yang unik dan bagus, bahkan di microsoft word pun bisa. Tulislah keinginanmu di media apapun. Lewat blog, media facebook dan twitter, lewat buku tulis, diary dan sebagainya.
Saat film yang kutonton berakhir, ketika orang sholeh terbangun untuk bersujud kepada Tuhannya di sepertiga malam terakhir, aku menyadari bahwa Tuhan memang Maha Perencana dan Tuhan Maha Baik, Dia pasti merencanakan sesuatu yang terbaik untuk kita. Jadi jangan ragu dengan kehidupan. Bermimpilah, berwarnalah, berjuanglah. Tuhan akan memberikan keindahan pada saat yang sangat tepat, selalu.
Aku akan mulai membuat bucket list. Akan kutulis ulang apa yang sejatinya aku impi dan harapkan. Dan aku percaya tulisan adalah doa. Akupun percaya bisa mencoret setiap list yang aku torehkan sebelum aku menendang dan membuang bucket listku. Do your bucket list before you kick it! (meninggal dunia)
Maka, apakah kamu juga akan menulis bucket listmu?