“Tuhan Maha Perencana dan Tuhan Maha Baik, Dia pasti
merencanakan sesuatu yang terbaik untuk kita. Jadi jangan ragu dengan
kehidupan. Bermimpilah,
berwarnalah, berjuanglah!
Tuhan akan memberikan keindahan pada saat yang sangat tepat, selalu!”
Tapi ternyata oh ternyata wahai sidang pembaca yang budiman! Ternyata
film itu bukan tentang misteri pembunuhan berantai, tapi tentang kisah
hidup dua manusia penderita kanker yang divonis mati beberapa saat lagi.
Foto diambil dari IMDB.com |
Film yang dirilis
ahun 2007 ini diawali dengan kemunculan dua tokoh yang akan membuat
perempuan-perempuan pendamba wajah ganteng berbadan atletis menjadi kecewa
berat dan mungkin mengutuki film itu. Hanya dua orang yang umurnya sudah
kadaluarsa yang akan memenuhi layarmu selama kurang lebih 2 jam itu. Walaupun
kadaluarsa tapi untuk aktingnya jangan diragukan lagi. Dua aktor kawakan
hollywod, Morgan Freeman berperan
sebagai Carter Chambers dan Jack
Nicholson berperan sebagai Edward Cole, akan menyuguhkan akting yang sangat
mumpuni dan tentunya natural tak dibuat-buat seperti aktor dalam sinetron
stripping negeri kita. Untuk mbah Morgan Freeman sendiri aktingnya yang lembut sudah
sangat kusukai sejak aku menonton film berjudul Shawshank Redemption yang
dibintangi olehnya, film yang memperoleh rating tertinggi di IMDB.com.
Cerita The Bucket
List dimulai ketika Carter yang seorang montir divonis oleh dokter terkena
kanker paru stadium akhir dan dirawat satu kamar dengan Edward yang juga
divonis sama. Mereka berdua divonis umurnya tinggal beberapa bulan lagi. Awalnya
Edward tak mau berbagi kamar dengan Carter, akhirnya dia mau juga satu kamar
dengannya akibat suatu kebijakan yang dia ambil sebelumnya. Dan dengan
menanggung penderitaan yang sama, merekapun kemudian menjadi akur bahkan sangat
akrab.
Carter sebenarnya
memiliki keluarga yang bahagia. Cita-citanya dulu adalah menjadi profesor
sejarah, tapi urung diperjuangkan karena dia berkulit hitam. Kalau Edward
sendiri adalah seorang kaya raya, mempunyai jaringan rumah sakit termasuk rumah
sakit tempat mereka dirawat. Namun kehidupannya tak cemerlang. Edward sudah
bercerai empat kali dan tak punya hubungan harmonis dengan putri semata
wayangnya itu. Oiya, Si Edward ini adalah penghamba kopi luwak asal Sumatera
lho!
Nhah sidang
pembaca yang terhormat, Carter ini sudah menuliskan bucket listnya tapi
gara-gara dia tahu umurnya tinggal sekelebat lagi maka dibuanglah list itu.
Edward kemudian memeriksa list tersebut. Timbul lah semangat di diri Edward
untuk mendorong Carter mewujudkan semua impiannya dan bahkan menambahi
list-list yang lebih gila lagi. Untungnya Edward ini kaya raya sehingga bisa
menjadi penyandang dana bagi mini project mereka itu. Mini project yang bernama
bucket list atau daftar apa saja yang ingin dilakukan sebelum ajal menjemput. Aku terhenyak. Dua orang berbeda karakter,
berbeda latar belakang kehidupan, berbeda peruntungan, bahkan berbeda warna
kulit, saling belajar memahami hidup dengan mensyukuri apapun yang mereka
rasakan, yang mereka dengar dan lihat. Baik terhadap momen-momen yang sederhana
maupun terhadap momen-momen yang bombastis yang mereka lakukan.
Foto diambil dari IMDB.com |
Tanpa beban,
mereka melakukan hal-hal yang sudah ditulis dalam bucket list. Mereka melakukan
terjun payung atau parasailing, kebut-kebutan dengan mengendarai mobil Mustang,
jalan-jalan ke Afrika, mengagumi pyramida giza di Mesir, melihat kemegahan Taj
Mahal di Hindustan, menjelajah tembok besar China dengan sepeda motor, bahkan
mencoba untuk meraih puncak Himalaya namun gagal karena badai telah menghadang
mereka. Petualangan yang begitu seru di usia senja mereka! Ah, pasti mereka
sangat bahagia telah mencoreti bucket list mereka. Aku sedikit iri.
Dua karib saat akan melakukan terjun payung (diambil dari IMDB.com) |
Bapak Ibu pembaca
yang budiman, ada satu scene yang aku anggap menarik di film ini yaitu saat
mereka sedang berpetualang ke Mesir. Kenapa menarik? Karena dalam scene itu
terdapat diskusi dan bincang-bincang santai namun sangat filosofis. Isi obrolan
mereka adalah tentang orang Mesir yang punya suatu keyakinan mengenai kematian.
Sebelum diijinkan masuk ke surga, manusia akan ditanyai tentang dua hal :
1. Apakah kamu
sudah mencapai kebahagiaan di hidupmu?
2. Dan apakah
kehidupanmu membahagiakan orang-orang di sekitarmu???
Kalau kedua hal
tersebut dijawab dengan “ya” maka otomatis orang itu akan masuk surga.
Obrolan Filosofis di depan Gyza (Diambil dari IMDB.com) |
Dua pertanyaan
tadi sontak menyindir hati dan pikiranku. Kemudian seribu pertanyaan muncul dalam
hati, “apakah yang sebenarnya aku cari dalam hidup yang fana ini? Apakah
kemahsyuran? Apakah keagungan dan kemuliaan di mata orang lain? Apakah
kebahagiaan sejati? Dan apa itu bahagia sejati? Seperti apa rasanya? Aku jarang
membuat orang lain bahagia bahkan sering menyakiti orang yang menyayangiku, ah
betapa egoisnya aku!” ya.. Aku memang harus sadar diri dan segera berbenah.
Memang ada benarnya juga keyakinan orang Mesir ini. Oh, Film yang bermutu!
Edward hanya
menjawab “ya” pada pertanyaan pertama tapi tidak untuk yang kedua. Dia telah
melukai hati putrinya hingga putrinya tak sudi lagi untuk hanya melihat
wajahnya. Namun Carter berusaha untuk mengharmoniskan hubungan ayah dan anak
itu. Walaupun Edward sempat ngambek dengan Carter tapi akhirnya Edward luluh
juga diikuti dengan hubungan dengan putrinya yang semakin membaik.
Edward saat meminum kopi luwak (Diambil dari IMDB.com) |
Tentang kopi
luwak, ada satu cerita khusus. Seperti yang sudah kuceritakan diawal bahwa
Edward adalah penggemar tingkat akut kopi ningrat asli Indonesia ini dan dia
sangat sering meminumnya. Ketika Carter sudah terbaring tak berdaya karena
penyakitnya terjadilah obrolan yang lucu tapi sangat mengesankan bagiku. Saat
itu Edward yang menunggui karibnya itu membicarakan tentang kopi luwak yang
sedang dinikmatinya. Intinya dia berpendapat bahwa rasa kopi luwak memang
sungguh surgawi tapi dia tak tahu darimana asal kopi surga itu termasuk cara
membuatnya yang juga tak lazim. Kemudian Carter memberitahu bahwa kopi itu
berasal dari Pulau Sumatera Indonesia dan juga memberitahu bahwa kopi
surgawinya itu semata-mata hanya kotoran si binatang bernama luwak. Buah kopi
dimakan oleh luwak. Biji kopi didalam perut luwak tentunya tak bisa dicerna dan
mengalami fermentasi disana. Kemudian fermentasi biji kopi tersebut keluar
bersama kotoran luwak hingga jadilah kopi termahal di dunia. Sontak Edward
tertawa terbahak-bahak atas kebodohan dan ketidaktahuan dirinya itu. Tertawa karena
apa yang dianggapnya surga hanyalah kotoran seekor luwak, Keduanya tertawa
hingga mengeluarkan air mata. Dan tercoretlah satu dari dua impian di bucket
list yang belum terlaksana yaitu tertawa hingga mengeluarkan air mata. Bahagia
memang betapa sederhananya.
Carter yang baik
tak kuasa lagi menahan penyakitnya hingga akhirnya dia meninggal dunia. Edward
sedih karibnya telah tiada namun dia juga terharu bahagia. Selama tiga bulan
mereka berdua telah melakukan hal-hal yang membuat mereka mengalami kebahagiaan
sejati. Carter juga bisa membuat orang lain bahagia dengan mengembalikan hidup
Edward yang tadinya suram. Carter berhasil mempersatukan ayah dan anak itu.
Edward bisa
bertahan hidup hingga umurnya sekitar 80 tahun dan dia meminta asistennya agar
abu jasadnya kelak disandingkan dengan abu jasad Carter kemudian disemayamkan
di Himalaya agar bucket list yang sempat tertunda dulu karena badai bisa
terlaksana. Begitulah sekelumit cerita dari film yang aku tonton.
Memang banyak
jalan agar kita bisa belajar dan memetik pesan tersirat dari suatu peristiwa.
Kadang peristiwa itu tak harus kita alami sendiri namun tetap bisa kita jadikan
wahana belajar. Dan dari film ini aku banyak memaknai kehidupan dengan
filosofi-filosofinya. Hidup memang perlu diperkuat dengan mimpi-mimpi. Anda
saja tak ada mimpi dan harapan, seperti apakah wujud hidup itu? Dan apa bedanya
dengan zombi-zimbi seperti di film?
Pasti kita
mempunyai impian-impian yang bersemayam di pikiran kita. Entah itu harapan
untuk menjejakkan kaki di tanah dan tempat impian, berziarah ketempat suci,
Mendirikan rumah yang artistik, membuat maha karya lukisan, menikah, bekerja di
perusahaan berkelas, ataupun harapan untuk bisa memainkan alat musik idaman.
Setiap impian yang kita capai akan membuat kita bahagia. Terkadang juga impian
yang membuat kia bahagia tak perlu muluk-muluk. Membuat orang lain bahagia pun
merupakan satu impian yang akan membuat kita ikut bahagia.
Seperti manusia
lain, akupun memiliki banyak impian-impian yang ingin aku lakukan sebelum waktu
kematianku datang. Malaikat maut tak akan memberitahuku kapan dia akan bertamu,
maka sebaiknya apapun harapanku akan segera kuperjuangkan dan tak boleh
ditunda-tunda lagi.
Jika harapan dan
impian hanya disimpan didalam pikiran memang sebagian besar akan terlupakan seiring
berjalan waktu dan ketidakstabilan hati yang sering berubah-ubah perasaan. Itu
lah fungsi bucket list bagiku. Bucket list bisa mempertebal perjuanganku untuk
mendapatkan apa yang kuinginan karena coretan-coretan keinginan ini akan sering
terlihat dan tentunya membuatku takkan terlupa. Untuk membuat bucket listpun
menurutku tak harus di buku yang unik dan bagus, bahkan di microsoft word pun
bisa. Tulislah keinginanmu di media apapun. Lewat blog, media facebook dan
twitter, lewat buku tulis, diary dan sebagainya.
Saat film yang
kutonton berakhir, ketika orang sholeh terbangun untuk bersujud kepada Tuhannya
di sepertiga malam terakhir, aku menyadari bahwa Tuhan memang Maha Perencana dan Tuhan Maha Baik,
Dia pasti merencanakan sesuatu yang terbaik untuk kita. Jadi jangan ragu dengan
kehidupan. Bermimpilah,
berwarnalah, berjuanglah.
Tuhan akan memberikan keindahan pada saat yang sangat tepat, selalu.
Aku akan mulai
membuat bucket list. Akan kutulis ulang apa yang sejatinya aku impi dan
harapkan. Dan aku percaya tulisan adalah doa. Akupun percaya bisa mencoret
setiap list yang aku torehkan sebelum aku menendang dan membuang bucket listku.
Do your bucket list before you kick it! (meninggal dunia)
Maka, apakah kamu
juga akan menulis bucket listmu?