Minggu, 05 Agustus 2012

Mari KITA REUNI SMA lagi? :)

Nama tempat itu Hard Rock Café, di Jakarta, yang selama bertahun-tahun sebagai warga Ibukota, saya belum pernah masuk ke dalamnya. Ya! Karena segan dan memang tidak ada urusan yang menggiring ke sana jadi untuk apa ke sana? Namun baru-baru ini mau tidak mau saya harus ke sana, sebab mantan murid-murid saya dulu di Kelapa Gading Permai-Jakarta Utara membuat acara reuni angkatannya lulusan SMA tahun 1996. Saya pun datang dan jumpa mereka, dan juga jumpa dengan rekan-rekan Guru yang sudah mantan maupun masih mengajar di SMA itu. Tidak ada yang istimewa dalam bayangan saya. Paling-paling yahhh…begitu-begitu saja. Acara kangen-kangenan, cium piki-pika, teriak histeris, becanda-becanda, bernostalgia, ingat-ingat pengalaman dihukum Guru, minta maaf atas ulah masa lalu sebagai murid/Guru. Dan foto bareng. Begitu saja.

Tapi, eeeiiittt…tunggu dulu, ekor mata saya diam-diam memperhatikan sisi tertentu. Saya teringat beberapa murid saya yang dulu bikin ulah ataupun yang prestasinya begitu-begitu saja, wahhh…sekarang sudah dewasa, percaya diri, dan termasuk sukses dalam bisnisnya. Termasuk yang jadi pembawa acara (MC)…ehhhh…ternyata dia orang penting di Hard Rock Café itu….weleh-weleh…masih muda, ganteng, public speaking-nya mantap, dan kreatif serta improvisasinya spontan! Bahkan baru saja dia diwawancarai di acaraKICK ANDY-Metro TV. Tak sangka-sangka, sebagai orang media, saya memprediksi kesuksesan akan terus menghampiri mantan murid saya ini kelak.

Demikian pula para Guru yang hadir, saya perhatikan, ada yang sudah berambut putih, gemuknya bertambah, ataupun makin kecil tubuhnya, dan bahkan ada yang warna kulitnya lebih kelam, dan hehehehe…ada yang dulu tidak berkumis, sekarang memelihara kumis, jadi lucu! Dan saya juga menyimak dengan serius saat Kepala sekolah, yang pertama memberi sambutan, menyampaikan rasa bangganya, dan diakhir pidatonya beliau memberi pesan rohani tentang penyertaan Tuhan serta tetap mengandalkan Tuhan dalam menjalani hidup di hari-hari kemudian.

Seorang dosen saya (di Sekolah Tinggi Teologia) sempat-sempatnya menyelipkan pesan yang berkaitan dengan mata kuliah yang diajarkannya sore itu, agar sebuah keluarga pun jangan menganggap enteng konsep dan praktik reuni ini. Ketika anak-anak sudah besar dan telah beranak pula, maka berkumpulnya keluarga besar, anak-cucu-cicit, kakek/nenek-papa/mama-kakak/adik, tentu membawa kebahagiaan tersendiri. Berbagai sisi perjalanan hidup dari setiap anggota keluarga besar, dapat dibagikan/diceritakan sehingga banyak hal yang dapat direnungkan dan dipelajari dan bahkan dapat diterapkan dalam menjalani kehidupan mendatang. Ini merupakan “perkuliahan” gratis yang tidak ternilai biaya “kuliah”-nya.

Saya terkesima sejenak pada kisah berkumpulnya saudara-saudara kandung Yusuf di Mesir, ketika Yusuf sudah menjadi pejabat tinggi Mesir, itu adalah reuni yang unik dan mendebarkan. Betapa tidak, saudara-saudara kandung Yusuf ibarat mendatangi penjara bagi dirinya sendiri. Namun, dalam reuni yang penuh haru-biru itu, telah terjadi kemenangan di pihak kasih. Itulah sebuah reuni yang diawali rasa dag-dig-dug yang sangat tinggi karena dikompori oleh rasa bersalah yang sangat tinggi pula. Tapi diakhiri dengan rekonsiliasi yang sangat membahagiakan dan penuh berkat, tidak ada lagi ganjalan akar pahit maupun ketakutan luar biasa. Inilah sebuah reuni yang patut diteladani.

Hmm...saya pun pernah menghadiri reuni SMA saya sendiri. Kami ada sekitar 600-an siswa, angkatan yang sama tahun kelulusannya. Fakta bahwa SMA saya pada zamannya adalah SMA favorit, tidak bisa saya hilangkan begitu saja dari benak saya! Karena sekolah saya itu berada di pusat kota, dan termasuk SMA “tua” sehingga saya sempat kaget ketika pertama kali memasuki gerbangnya. Dari gerbang itu saya “melihat” sehari-hari, betapa banyak sekali anak-anak orang kaya, pejabat, jenderal, artis, dan tokoh-tokoh politik, disekolahkan di sini. Saya dan kawan-kawan (yang posisinya “rakyat biasa”) haruslah beradaptasi dengansikon itu. Tidak heran banyak mobil yang selalu menjemput mereka, dan bahkan mereka menyetir sendiri, banyak di antara mereka yang cantik dan ganteng, dan pintar pula. Tapi…ya…ada juga sih di antara mereka itu masuk ke SMA tersebut karena “sejumlah uang”. Dan kelompok yang satu ini, prestasi akademiknya tidak istimewalah. Bahkan ada seorang siswi teman sekelas saya, duduk di bangku depan saya, dia seringkali minta contekan maupun mengutip PR dari saya, ehhhhhh….kelak bisa masuk ke ITB-Bandung…hm…hm…hm…tentu dengan uang pelicinlah.

Nah, ketika kami bertemu di acara reuni SMA saya itu dengan sebagian besar yang hadir sudah berstatus nyonya, bapaknya anak-anak, bujang lapuk (ha ha ha ha)…saya pribadi kaget! Mendengar si anu, si itu, sudah meninggal dunia, atau keberadaan teman tidak tahu di mana dia sekarang, tidak mau datang reuni karena alasan tak jelas, dan sebagainya. Namun yang menjadi catatan saya, ada beberapa di antara teman-teman itu yang dulu “cemerlang” kini jadi biasa-biasa saja, bahkan ada yang tidak kuliah ataupun kuliahnya tidak selesai. Ada yang dulu “cemerlang” kecantikannya, kini sudah “redup” dan bobot badannyaajubillah. Yahhhh…saya hanya bisa merenung.Tuhan pengendali kehidupan kita! Setiap manusia di dunia ini, punya jalan hidup yang dapat dilakoninya dengan perjuangan keras maupun dengan rileks saja, bahkan dengan mengalir saja. Terserah!

Oleh sebab itu dorongan hati saya untuk menulis hal ini tidaklah tinggi-tinggi. Paling tidak ada beberapa temuan saya untuk direnungkan.

(1) Reuni bersama keluarga/teman-teman/sahabat, itu ternyata diperlukan untuk membantu kita melihat “seperti” apa kita sekarang.Teman-teman, anggota keluarga yang telah berpencar-pencar, menjadi tolak-ukur keberadaan kita saat ini. Dan demikian pula sebaliknya. Mereka pun dapat melihat dirinya dengan cermin dari keberadaan kita saat ini, saat jumpa di acara reuni.

(2) Reuni yang diadakan dalam jarak waktu yang relatif lama, sehingga menghadirkan perenungan yang dalam terhadap perilaku yang dulu dilakukan, pada akhirnya dapat menimbulkan sebuah “penyesalan positif” sehingga mendorong sebuah kata “maaf” keluar dengan ketulusan hati yang dalam. Ohhh…alangkah mahalnya harga kata “maaf” yang tulus, sekarang ini. Bukankah, yang sering muncul saat ini adalah “maaf” diplomasi/politik/basa-basi?

(3)Reuni yang kita hadiri juga merupakan arena “pembelajaran” dari berbagai “ilmu/keterampilan” yang dilakukan selama ini oleh teman-teman kita/keluarga besar kita. Mengapa mereka sukses, mengapa mereka pernah “jatuh” akan tergali bukan hanya pada saat reuni berlangsung, namun juga dapat terjalin komunikasi yang berkesinambungan. Wah…betapa mahal “ilmu” yang diturunkan langsung oleh si pelaku dibandingkan dengan membaca buku-buku atau mengikuti kursus-kursus.

Ya! Demikianlah. Mari kita reuni! Tapi yang paling penting dari semua itu adalah ketika kita hadir padareuni yang diadakan Tuhan Yesus.

Setelah DIA disalibkan, mati dan dikuburkan, lalu bangkit, dan akhirnya DIA menjumpai murid-murid-Nya di sebuah rumah…ohhhh…alangkah indahnya acara reuni itu! Di situ terbukti bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat manusia. Juga di situ terbukti bahwa murid-murid-Nya (termasuk kita sekarang) tidak ragu-ragu lagi imannya. Percaya sepenuh hati bahwa dia adalah Kristus.

Jadi, masih ada kesempatan bagi kita untuk hadir pada acara reuni yang diadakan Yuhan Yesus bagi umat yang menerima dan percaya pada-Nya. Yakni pada kedatangan-Nya untuk yang kedua kali! Ayo…pesan dan ambil undangan-Nya dari sekarang! Dengan menunjukkan bukti iman dan kehidupan kita yang dilandasi Firman Tuhan berikut ini; "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar