Kamis, 29 Desember 2011

Kecerdasan

Sedari kecil kita diajarkan oleh orang tua untuk menjadi anak yang cerdas dan berprestasi. Entah dengan meraih ranking tiga besar di kelas, juara karate di tingkat kabupaten, sampai juara menghafal ayat Alkitab di sekolah minggu.
Sedari kecil kita diajar untuk mengejar pencapaian-pencapaian dengan gelar-gelar sederhana untuk membuktikan kecerdasan di beberapa bidang dan kemampuan intelektual yang tinggi.
Hal tersebut terus berakar di dalam diri dan mengendalikan perjalanan hidup untuk mengejar pencapaian-pencapaian dan gelar yang lebih hebat lagi, karena memang setiap manusia perlu untuk mengaktualisasikan dirinya. Akhirnya kita akan merasa puas, ketika ada puluhan piala, sertifikat pengakuan dan trofi-trofi yang diukirkan dengan cantik atas nama diri kita sendiri, di saat ajal menjemput. Ya, dunia telah memperoleh bukti atas kecerdasan saya yang spektakuler.
Tapi apakah ada orang tua yang mengajarkan anak-anaknya sedari kecil bahwa kecerdasan pada dasarnya merupakan kemampuan dalam mengendalikan diri sendiri. Bahwa kemenangan tidak melulu adalah suatu pencapaian yang diperoleh ketika telah berhasil menaklukkan orang lain yang menjadi lawan atau musuh kita. Bahwa pada dasarnya diri sendirilah yang paling sulit ditaklukan bahkan oleh orang yang dikenal piawai sekalipun.
Bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk mengalahkan ego dan pemikiran tentang AKU yang adalah pusat dari segala sesuatu. Tentang AKU yang berhak atas kebahagiaan dan kenyamanan itu. Tentang AKU yang layak menerima semua hormat dan keramahan itu. Bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memindahkan fokus hidup tentang memikirkan (lagi-lagi) diri sendiri menjadi berfokus pada kondisi orang lain.
Kecerdasan adalah tindakan berani yang kita ambil ketika memberikan hasil tabungan untuk membeli Blackberry baru kepada seorang tetangga yang sakit tapi tidak bisa berobat karena tidak punya biaya. Kecerdasan dalam wujud kemurahan hati.
Kecerdasan adalah kemampuan untuk tetap memegang prinsip tidak terlibat korupsi dan tindakan kecurangan sedikit pun di saat lingkungan ingin menggiring kepada gaya hidup yang licik dan menggerogoti rakyat. Kecerdasan dalam wujud keteguhan.
Kecerdasan adalah kemampuan menyesuaikan diri di lingkungan kantor sehingga bisa diterima, disenangi, dan diandalkan walau harus dengan pedih bersedia mengikis kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah berubah menjadi karakter selama bertahun-tahun. Kecerdasan dalam wujud kerendahan hati.
Kecerdasan adalah bangkit dari kegagalan dan rasa duka yang besar untuk tetap mampu menjalani hari-hari dengan riang dan optimis. Kecerdasan dalam wujud kebesaran jiwa.
Kecerdasan adalah mampu bertahan hidup di dalam kondisi yang tidak nyaman, tanpa mengeluh. Kecerdasan dalam wujud kesabaran.
Kecerdasan adalah memaafkan dan memaafkan lagi hingga sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Kecerdasan adalah sabar, murah hati, tidak iri dengki, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Kecerdasan adalah kemampuan untuk mengasihi. Tropinya adalah kebahagiaan dan wajah-wajah penuh sukacita di sekitar kita.
“Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.” 1 Korintus 13:7-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar